Keluarga Kerajaan juga menampilkan diri 
mereka sebagai pelayan umat hanya karena di negeri mereka ada Makkah dan
 Madinah yang banyak dikunjungi oleh kaum Muslim dari penjuru dunia. 
Rajutan cinta yang dahulu terputus dengan
 kerajaan Inggris akhirnya bersemi kembali. Hal ini dibuktikan dengan 
adanya beberapa perjanjian atau traktat dengan pihak kerajaan Inggris 
melalui beberapa surat yang dikirimkan oleh pemimpin Salafi Wahabi pada 
tanggal 13 Juni 1913 kepada wakil Inggris Percy Cox sebagai berikut :
وبالنظر إلى مشاعرى الودية تجاهكم أودّ أن 
تكن علاقاتى معكم كالعلاقات الّتى كانت قائمة بينكم وبين اسلافى كما أودّ 
أن تكون قائمة بينى وبينكم
“Dan dengan melihat perasaan cintaku 
kepada kalian, aku sangat berharap hubunganku dengan kalian seperti 
hubungan-hubungan yang telah lama terjalin antara kalian dengan para 
leluhurku, sebagaimana aku sangat berharap hubungan itu tetap terjalin 
(baik) antara aku dengan kalian “ 
Dalam Muktamar al-Aqir tahun 1927 M/1341 H
 di distrik Ahsaa telah ditanda tangani sebuah perjanjian resmi antara 
pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan itu 
kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi yang berbunyi :
… أقرّ وأعترف ألف مرة للسّير برسى كوسى 
مندوب بريطانيا العظمى لامانع عندى من إعطاء فلسطين لليهود أو غيرهم كما 
تراه بريطانيا التى لا أخرج عن رأيها حتى تصيح الساعة
“ Aku berikrar dan mengakui 1000 kali
 kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku 
(sama sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya
 sesuai dengan keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari 
keiginan Inggris sampai hari kiamat “ 
Bahkan ketika pecah perang yang 
dilancarkan Israel pada bulan Juni 1967 kepada sebagian negara-negara 
Arab dengan dukungan Amerika dan Eropa barat, pemimpin Wahabi baru 
datang dari negara-negara Barat itu menyampaikan pidato pada tanggal 6 
Juni sebagai berikut :
ايها الإ خوان لقد جئتكم من عند إخوان لكم فى أمريكا وبريطانيا وأو روبا تحبونهم ويحبوننا
“Wahai saudara-saudaraku, aku (baru 
saja) datang dari saudara-saudara kalian di Amerika, Britania, dan 
Eropa. Kalian mencintai mereka, dan mereka pun mencintai kalian “ 
Kemudian pada tahun 1969, saat 
diwawancarai koran Washington Post, pimpinan Wahabi mengakui adanya 
kedekatan khusus dengan kaum Zionis Israel, lalu berkata :
إننا واليهود إبناء عم خلص, ولن ترضى بقذفهم فى البحر كما يقول البعض, بل نريد التعايش معهم بسلام
“Sesungguhnya kami dengan bangsa 
Yahudi adalah sepupu. Kami tidak akan rela melemparkan mereka ke laut 
sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, melainkan kami ingin 
hidup bersama mereka dengan penuh kedamaian “ 
Para peneliti sejarah aliran Wahabiyah 
telah membuktikan bahwa  untuk memurnikan tauhid hanyalah sebuah slogan 
yang dibentuk atas perintah langsung kementrian Urusan Penjajahan 
Kerajaan Inggris. Setelah mendapatkan kaum muslimin yang dapat dijadikan
 sebagai boneka-boneka bodohnya, kemudian konspirasi penjajah Eropa 
Yahudi mengirimkan berbagai keperluan operasional, logistik, tentara 
bayaran dan istruktur-instruktur tentara bayaran yang disupport 
sepenuhnya oleh kekuatan sekutu untuk mendukung gerakan Wahabi yang 
dimotori oleh Muhammad Ibnu Sa’ud dan Muhammad ibnu Abdil Wahhab dalam 
melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Turki Ottoman yang sah 
dengan impian tingginya untuk mendirikan Haikal Sulaiman di tanah 
al-Haramain.
Gilanya lagi, setelah tertangkap basah 
dan terekam secara sah oleh sejarah dan zaman, mereka masih membela diri
 dengan berkata : “Kami memberontak karena kekhalifahan Turki Ottoman 
sudah korup, banyak kemaksiatan yang terjadi, negara sudah tidak stabil”
 dan banyak ucapan lainnya yang mereka buat untuk menghalalkan sesuatu 
yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Dan logika sederhananya adalah, apabila 
dikarenakan kekhalifahan Turki Ottoman sedemikian carut marutnya 
sehingga halal memberontak, maka lebih halal pula memberontak di 
kerajaan Saudi Arabia sekarang. Karena keadaan negara mereka yang 
dipenuhi dengan sejarah pembunuhan, pembantaian, siksaan terhadap para 
ulama, bayi dan ibunya disembelih ketika digendong, sebagaimana yang 
terekam dengan baik dalam kitab-kitab sejarah Islam.
Gerakan Wahabi yang didanai oleh Inggris 
dan Yahudi ini banyak memaksa kaum muslimin untuk menjadi tentara 
mereka. Ada sebuah camp tempat pelatihan yang dinamakan dengan Hajar 
al-Arkawiyah di mana para intruktur militer dari negara Inggris melatih 
daya tempur mereka dan menancapkan doktrin pada para pengikutnya, bahwa 
siapa pun orang Islam yang tidak bermazhab Wahabi adalah kafir dan halal
 darahnya.

Padahal orang-orang Inggris ini pun tidak
 semazhab dengan mereka, tidak se-tauhid dengan mereka, bahkan mereka 
benar-benar kafir mutlak tetapi mana berani para Wahabi menganggapnya 
kafir dan menghalalkan darah mereka? Mereka lebih mencintai orang-orang 
Inggris yang memperbudak mereka, dan lebih membenci kaum musimin yang 
berbeda dengan mereka. Padahal Iblis saja tidak pernah menaruh rasa 
benci sebesar ini terhadap umatnya Nabi Saw.
Mereka yang sudah digembleng menjadi 
tentara pembunuh menjadi hilang rasa kemanusiaannya, dan berubah total 
menjadi mesin pembunuh yang sadis dan paling biadab, mirip dengan 
tentara Hulagu Khan atau yang menghabisi kekhalifah Dinasti Abbasiyah 
secara keji dan biadab atau mirip dengan tentara Serbia yang membantai 
ratusan ribu warga muslim di Bosnia Herzegovina.
Untuk mengelabui kaum muslimin di masa 
yang akan datang mereka memberikan identitas kepada para pembunuh dan 
tentara bayarannya sebagai berikut :
- Mereka menamakan mesin perangnya dengan sebutan al-Ikhwan
- Mereka menamakan peperangannya dengan sebutan Jihad
- Mereka menamakan penyerbuannya dengan sebutan Ghazawat
- Mereka menamakan kemenangannya dengan sebutan Futuhat
- Mereka menamakan prajuritnya yang mati dengan sebutan Syuhada
- Menamakan musuhnya dari kaum muslimin dengan nama kaum kafir
Lihatlah pengelabuan dan pemutarbalikkan 
fakta yang mereka lakukan terhadap syariat dan kaum muslimin saat ini. 
Benar-benar sempurna kelicikan dan tipu daya mereka ini. Semoga laknat 
Rasul-Nya abadi bagi mereka. Sekte terlicik di muka bumi ini kemudian 
menutupi kebejatan serta kebiadaban mereka dengan menisbatkan mazhabnya 
kepada Imam Ahmad bin Hanbal, sehingga sebagian para kyai dan ulama yang
 tidak menyelami mazhab Imam Ahmad pun mengamini dan mengimaninya. 
Terlebih masyarakat awam yang pengetahuannya sangat dangkal.
Padahal dakwah yang dijalankan oleh 
Wahabi dan pengikutnya ini merupakan kedok untuk menutupi jaringan 
konspirasi dan kerja sama busuk mereka dengan kaum penjajah Eropa yang 
membawa sekalian dendam kesumat atas kekalahan mereka di perang Salib 
lalu. Karena untuk membantai kaum muslimin secara langsung dengan tangan
 mereka tidak mungkin, maka mereka menggunakan boneka-bonekanya yang 
bodoh dan dungu ini dengan dalil “Ijtihad“, yang benar ijtihadnya 
mendapatkan pahala dua, dan yang salah mendapatkan pahala satu. Jadi 
bagi kaum Salafi Wahabi ini, membunuh kaum muslimin akan mendapatkan 
pahala karena berdasarkan ijtihad ulama mereka katanya.
Lebih ekstremnya lagi, ketika mereka 
sudah merasa kuat (dengan dukungan pemerintah dan sebagian partai 
politik), maka propaganda mereka jalankan dengan terang-terangan, bahkan
 tak jarang sampai pada perebutan atau penguasaan lahan dakwah seperti 
mesjid, mushalla, majlis ta’lim di kantor-kantor, atau minimal merintis 
kumpulan pengajian tandingan baik di tempat-tempat tersebut maupun di 
rumah-rumah.
Akibatnya, tanpa disadari mereka sudah 
menguasai berbagai sarana kegiatan dakwah di beberapa komplek perumahan,
 dan telah merebut anggota jama’ah pengajian para ustad di wilayah 
setempat, yang berbuntut pada terganggunya hubungan silaturrahmi antara 
anggota jama’ah tersebut.
Tidak sampai di sana saja, bahkan mereka 
pun membuat gerakan pengajian ibu-ibu yang dinamakan “ Liqa “. Yang 
menurut sumber yang paling shahih berada dalam garis manajemen Partai 
Keadilan Sosial (PKS). Mereka mendakwahkan kepada para ibu-ibu untuk 
menjadikan Indonesia sebagai negara yang berbasis khilafah, bukan UUD 
dan Pancasila. Kemudian lambat-laun mereka mulai memasuki ranah 
khilafiyah seperti Yasinan, Tahlilan, Ziarah Kubur, Istighatsah, 
Shalawatan, Maulid Nabi dan hal-hal yang selama ini mereka anggap 
pelakunya adalah ahli neraka.
Jadi bagaimana kita bisa mengatakan 
gerakan ini adalah gerakan pemersatu umat dan bangsa ? Mereka adalah 
gerakan aktif yang akan melumatkan apa pun yang mereka anggap tidak 
sejalan dengan batok kepala mereka. Mereka adalah pemecah belah umat 
berdasarkan kajian historis dan analisis hadits.
Secara resmi negara Saudi  ini 
memperingati kemerdekaannya pada tanggal 23 September 1932. Pada saat 
itulah, tahun 1932 Kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakah al’Arabiyah 
as-Su’udiyah). Abdul Aziz pada saat itu berhasil menyatukan dinastinya, 
menguasai Riyadh, Nejd, Hasa, Asir, dan Hijaz. Abdul Aziz juga berhasil 
mempolitisasi pemahaman Wahabi untuk mendukung kekuatan politiknya.
Sejak awal, Dinasti Sa’ud secara terbuka 
telah mengumumkan dukungannya dan mengadopsi penuh ide Wahabi yang 
dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang kemudian dikenal 
dengan gerakan Wahabi. Dukungan ini kemudian menjadi kekuatan baru bagi 
dinasti Sa’ud untuk melakukan perlawanan terhadap Khilafah Utsmaniyah. 
(Jadi jelaslah, bahwa Kerajaan Saudi Arabia yang dirajai oleh Abdul Aziz
 dan keturunannya sampai sekarang tidak pernah mengadopsi paham 
Ahlussunah wal jama’ah yang dibawa oleh para imam mazhab, bahkan mereka 
mengkafirkan seluruh imam mazhab dan penganutnya).
Hanya saja, keberhasilan Dinasti Sa’ud 
ini tidak lepas dari bantuan Inggris. Mereka bekerjasama untuk memerangi
 pemerintahan Khilafah Islamiyah. Sekitar tahun 1792-1810, dengan 
bantuan Inggris mereka berhasil menguasai beberapa wilayah di Damaskus. 
Hal ini membuat Khilafah Islamiyah harus mengirim pasukannya untuk 
memadamkan pemberontakan ini.
Fase pertama, pemberontakan Dinasti Sa’ud
 berhasil diredam setelah pasukan Khilafah Islamiyah berhasil merebut 
kota ad-Diriyah. Pada tahun 1902, ketika kekuatan Khalifah Islamiyah 
melemah, Abdul Aziz menyerang dan merebut kota Riyadh dengan bantuan 
Inggris.
Pada tahun 1916, Abdul Aziz menerima 1300
 senjata dan 20.000 keping emas dari Inggris. Mereka juga berunding 
untuk menentukan perbatasan negerinya, yang ditentukan oleh Percy Cox, 
utusan Inggris. Percy Cox mengambil pensil dan kertas kemudian 
menentukan (baca : memecah belah) perbatasan negeri tersebut.
Tidak hanya itu, Inggris pun membantu 
Ibnu Sa’ud saat terjadi perlawanan dari Duwaish (salah satu suku dari 
Nejd). Suku ini menyalahkan Ibnu Sa’ud yang dianggap terlalu menerima 
inovasi Barat. Sekitar tahun 1927-1928, angkatan Udara Inggris dan 
pasukan Ibnu Sa’ud mengebom suku tersebut. Mengingat kerja sama mereka 
yang sangat erat, Inggris memberi gelar kebangsawanaan “Sir“ untuk Abdul
 Aziz bin Abdurrahman.
Adapun persahabatan Saudi dengan AS 
diawali dengan ditemukannya ladang minyak di negara itu. Pada 29 Mei 
1933, Standart Oil Company dari California memperoleh konsesi selama 60 
tahun. Perusahaan ini kemudian berubah nama menjadi Arabian Oil Company 
pada tahun 1934. Pada mulanya, pemerintah AS tidak begitu peduli dengan 
Saudi. Namun, setelah melihat potensi besar minyak negara tersebut, AS 
dengan agresif berusaha merangkul Saudi. Pada tahun 1944, Deplu AS 
menggambarkan daerah tersebut sebagai “Sumber yang menakjubkan dari 
kekuatan strategi dan hadiah yang terbesar dalam sejarah duni”.

Untuk kepentingan minyak, secara khusus 
wakil perusahaan Aramco, James A. Moffet, menjumpai Presiden Roosevelt 
(April 1941) untuk mendorong pemerintah AS memberikan pinjaman utang 
kepada Saudi. Utang inilah yang kemudian semakin menjerat negara 
tersebut menjadi  “budak“ AS. Pada tahun 1946, Bank Ekspor-Impor AS 
memberikan pinjaman kepada Saudi sebesar $100 juta dolar. Tidak hanya 
itu, AS juga terlibat langsung dalam “membangun“ Saudi menjadi negara 
modern, antara lain dengan memberikan pinjaman sebesar $100 juta dolar 
untuk pembangunan jalan kereta api yang menghubungkan ibukota dengan 
pantai timur dan barat. Tentu saja, utang ini kemudian semakin menjerat 
Saudi sampai sekarang.
Konsesi lain dari persahabatan Saudi-AS 
adalah penggunaan pangkalan udara selama tiga tahun oleh AS pada tahun 
1943 yang hebatnya hingga saat ini terus dilanjutkan. Pangkalan Udara 
Dhahran menjadi pangkalan militer AS yang paling besar dan lengkap di 
Timur Tengah. Hingga saat ini, pangkalan ini menjadi basis strategi AS, 
terutama saat menyerang negeri Muslim Irak dalam Perang Teluk II. 
Penguasa Kerajaan Saudi dengan “ sukarela “ membiarkan wilayahnya 
dijadikan basis AS untuk membunuhi sesama Muslim. AS pun kemudian sangat
 senang dengan kondisi ini.
Kerajaan Arab Saudi sebagai trah Zionis 
Yahudi menjadi pendukung penuh AS baik secara politis maupun ekonomis 
dalam Perang Teluk II. Saudi juga mendukung serangan AS ke Afganistan 
dan berada di sisi Amerika untuk memerangi teroris. Untuk membuktikan 
kesetiaannya itu, Saudi pada tanggal 17 Juni 2002 mengumumkan bahwa 
aparat keamanan- nya telah menahan enam orang warga negaranya dan 
seorang warga Sudan yang di dakwa menjadi angota al-Qaeda. Tujuh orang 
itu didakwa berencana untuk menyerang pangkalan militer Amerika dengan 
rudal SAM-7.
Masih dalam rangka kampanye AS ini, Saudi
 menghabiskan jutaan dolar untuk membuat opini umum, antara lain lewat 
iklan bahwa Saudi adalah mitra AS dalam “perang anti terorisme “ (K.Com,
 Newsweek, 03/05/2002). (Padahal seluruh dalang penjajahan dan teror di 
tanah Arab seperti di Iraq, Libya, Mesir dan Suriah  adalah Arab Saudi 
dan AS).
Penguasa Saudi juga dikenal kejam 
terhadap kelompok-kelompok Islam yang meng- kritisi kekuasaannya. Banyak
 ulama berani dan salih yang dipenjarakan hanya karena mengkritik 
keluarga Kerajaan dan pengurusannya terhadap umat. Tidak hanya itu, 
tingkah polah keluarga kerajaan dengan gaya hidup kapitalisme sangat 
menyakitkan hati umat. Mereka hidup bermewah-mewah, sementara pada saat 
yang sama mereka membiarkan rakyat Irak dan Palestina hidup menderita 
akibat tindakan AS yang terus menerus dijadikan Saudi sebagai mitra 
dekat.
Benarkah Saudi merupakan negara Islam? 
Jawabannya “Tidak sama sekali“ Apa yang dilakukan oleh negara ini justru
 banyak yang menyimpang dari syariat Islam. Beberapa bukti antara lain :
Pertama, berkaitan 
dengan sistem pemerintahan, dalam pasal 5.a Konstitusi Saudi ditulis : 
Pemerintah yang berkuasa di Kerajaan Saudi adalah Kerajaan. Dalam sistem
 Kerajaan berarti kedaulatan mutlak ada di tangan raja. Rajalah yang 
berhak membuat hukum. Meskipun Saudi menyatakan bahwa negaranya 
berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, dalam praktiknya, dekrit rajalah 
yang paling berkuasa dalam hukum (bukan al-Quran dan as-Sunnah). 
Sementara itu, dalam Islam bentuk negara adalah Khilafah Islamiyah, 
dengan kedaulatan ada di tangan Allah Swt, rasul-Nya dan orang-orang 
yang berilmu (para ulama).
Kedua, dalam sistem 
Kerajaan, rajalah yang juga menentukan siapa penggantinya, biasanya 
adalah anaknya atau dari keluarga dekat, sebagaimana tercantum dalam 
pasal 5.c : Raja memilih penggantinya dan diberhentikan lewat dekrit 
kerajaan. Siapa pun mengetahui, siapa yang menjadi raja di Saudi 
haruslah orang yang sejalan dengan kibijakan AS. Sementara itu, dalam 
Islam, Khalifah di pilih oleh rakyat secara sukarela dan penuh 
keridhaan.
Ketiga, dalam bidang 
ekonomi, dalam praktiknya, Arab Saudi menerapkan sistem ekonomi 
kapitalis. Ini tampak nyata dari diperbolehkannya riba (bunga) dalam 
transaksi nasional maupun internasional di negara itu. Hal ini tampak 
dari beroperasinya banyak bank “ribawi“ di Saudi seperti “ The 
British-Saudi Bank, American-Saudi Bank, dan Arab-National Bank. Hal ini
 dibenarkan berdasarkan bagian b pasal 1 undang-undang Saudi yang 
dikeluar- kan oleh Raja (no.M/5 1386 H).
Keempat, demi alasan 
keamanan keluarga kerajaan, pihak kerajaan Saudi Arabia telah 
menghabiskan 72 miliar dolar dalam kontrak kerjasama militer dengan AS. 
Saat ini lebih dari 5000 personel militer AS tinggal di Saudi. Sungguh 
sangat berakal dan beradab membiarkan musuh-musuh Islam berkonspirasi di
 negaranya, sedangkan banyak hal yang dapat dilakukan untuk Palestina, 
Irak, Suriah, Libya, Afganistan dengan 72 miliar dollar, hal ini 
dilakukan oleh Kerajaan Saudi karena lebih mencintai Amerika dan 
musuh-musuh Islam daripada mencintai negara muslim.
Apa yang terjadi di Saudi ini hanyalah 
salah satu contoh di antara sekian banyak contoh para penguasa 
Muslim-Yahudi yang melakukan pengkhianatan kepada umat. Tidak jarang 
para pengkhianat umat ini menamakan rezim mereka dengan sebutan negara 
Islam, negara yang berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah, meskipun pada 
praktiknya jauh dari Islam.
Begitu juga para partai pendukungnya akan
 melakukan iklan agamis yang sama : partai yang bersih walaupun tidak 
bersih, partai yang jujur walaupun isinya para penipu dan koruptor, 
partai yang agamis walaupun sebenarnya tidak paham agama, dan banyak 
lagi slogan-slogan yang mencitrakan kebaikan itu hanya berada pada 
partai mereka. Kenalilah bahwa sesungguhnya partai-partai seperti ini 
justru menjadi partai pembohong dan pendu- kung abadi musuh-musuh Islam.
Sesungguhnya kebenaran itu tidak datang 
dalam seketika, tetapi ketika kebenaran itu datang sikapilah dengan 
kesadaran, kedinamisan akal sehat anda, dan tanyalah kepada hati nurani 
terdalam, apakah pantas partai yang mengatasnamakan Islam mendukung 
musuh-musuh abadi Islam?
Tidaklah akal seseorang itu tercerahkan 
setelah datangnya cahaya hidayah. Sedangkan penolakan terhadap cahaya 
hidayah merupakan pengingkaran terhadap pemberi hidayah itu sendiri. 
Tidak ada pilihan lain bagi kita, kecuali  menghadapi dan menghancur- 
kan musuh-musuh Islam, baik yang tersurat ataupun yang tersirat dengan 
segala bentuk potensi yang diberikan Allah Swt kepada kita semua.
Jelas sekali bahwa gerakan Zionisme 
Internasional mengerahkan segenap daya dan kekuatannya begitu juga 
pendukungnya untuk menumpas umat Islam, pemilik bumi yang kaya dengan 
sumber alam. Dengan segala cara, Zionisme berusaha mengeksploitasi 
kekayaan alam negara Islam. Mereka menyebarkan pemikirannya yang dapat 
memalingkan umat muslim dari pilar-pilar kekuatannya. Mereka pun 
menimbulkan perpecahan dalam barisan umat Islam.
Musuh-musuh Islam melakukan berbagai 
tindakan batil dalam seluruh aspek kehidupan. Telah beredar mata uang 
Zionis yang dicetak dengan gambar menara Israel dan peta Israel Raya. 
Peta itu meliputi Lebanon, Yordania, dua pertiga wilayah Suriah, tiga 
perempat wilayah Irak, dan seperempat wilayah Saudi Arabia, bahkan 
sampai ke Madinah dan Makkah.  Kalaulah kita sedikit cermat 
mengamatinya, bukankah daerah-daerah tersebut yang sekarang sedang 
diperebutkan dan berusaha dikuasai oleh ISIS?
Semua dunia mengetahuinya, bahwa ISIS 
adalah teroris yang berkedok agamis dengan akidah Wahabi dibelakangnya. 
PBB pula yang menyerukan kepada kerajaan Saudi Arabia untuk menarik 
mundur 20.000 tentara bayarannya dari Suriah dan Irak. Jadi jelaslah, 
bahwa ISIS yang berakidah Wahabi adalah kaki tangan Zionis Israel yang 
dibiayai oleh kerajaan Saudi Arabia.
Kaum Zionis harus menyadari bahwa mereka 
sedang mengemis untuk mendapatkan bumi yang telah dijaga kaum muslimin 
selama 14 abad. Kaum muslimin tidak akan pernah berhenti untuk 
merebutnya kembali meskipun pihak yahudi melancarkan serangan demi 
serangan dengan hebatnya.
Zionis menulis kalimat Lailaaha illallah 
di celana dalam, menulis- kan lafdzul Jalalah di alas kaki, dan mencetak
 surat awal Maryam di kertas pembungkus barang-barang belanjaan. Hal ini
 bukanlah kebodohan baru yang dilakukan Yahudi sepanjang sejarahnya. 
Semua itu karena dorongan dendam terhadap kaum muslimin dan bangsa Arab 
yang dalam kurun waktu sejarah lalu justru telah melindungi mereka dan 
memperlakukan mereka dengan baik.
Di Palestina dewasa ini orang-orang 
Israel menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah, berbagai peninggalan 
kehidupan masa silam, dan warisan kebudayaan yang tidak ternilai. 
Sebagaimana ISIS pun melakukan penghancuran terhadap kota-kota kuno, 
bangunan dan artefak bersejarah yang berasal dari ribuan tahun yang lalu
 atas perintah Yahudi. Mereka pun menghancurkan pusat-pusat informasi 
dan membakar kepustakaan langka.
Hal yang sama pula dilakukan oleh 
kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1924 untuk membakar perpustakaan 
terutama perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makkah al-Mukarramah di mana 
mereka membakar kurang lebih 60.000 kitab-kitab langka dan sekitar 
40.000 yang masih berupa manuskrip yang sebagiannya merupakan hasil 
diktean sahabat dari baginda Nabi Saw.

Di antara buku-buku itu masih ada yang 
berupa kulit kijang, tulang belulang, pelepah kurma, pahatan dan 
lempengan-lempengan tanah. Tidak berhenti sampai di situ, mereka pun 
menyerang  perpustakaan yang berada di Hadramaut Yaman dan mem- bakar 
seluruh kitab yang berada di perpustakaan itu.
Tindakan ini dilakukan karena merasa 
tersudut oleh sejarah dan tidak berkutik oleh fakta-fakta yang terdapat 
di dalam buku-buku sejarah. Bangsa Yahudi terdorong melakukan semuanya 
itu semata-mata karena kedengkian terhadap Islam, kemurkaan terhadap 
segenap pemeluknya, dan berkeingnan melukai tubuh dan perasaan mereka. 
(Al-Bantani/ARN)
Sumber : 
https://arrahmahnews.com/2015/06/04/arab-saudi-bukan-negara-islam-tapi-penjual-islam/