Pola Pikir Pemikir vs Pola Pikir Penghafal, mana yang Cerdas?


Jakarta (WWT - No Gossip) - Pola Pikir adalah segalanya, adalah salah satu Yargon dalam hidup saya.

Karena menurut saya, semua perjalanan hidup seseorang berawal dari pola pikirnya.

Jika kita berbicara tentang pola pikir di Indonesia.

Jika kita berbicara mengenai Pola Pikir di Indonesia. 

Sebaiknya kita kembali ke saat dimana, masih diajarkannya mata pelajaran "Budipekerti", yang esensinya, kita diajarkan Pola Pikir bagaimana berprilaku sesuai gayahidup Leluhur kita, mengenai apa itu sopan dan santun secara karakter, dan cerdas secara Pola Pikir.

Mata pelajaran Budipekerti mengajarkan Pola Pikir yang bermoral, serta membentuk Pola Pikir dari prilaku peserta didik di sekolah-sekolah. 

Untuk memudahkan penulisan, selanjutnya kami menyebutnya dengan Pola Pikir budipekerti.

Kurikulum 1968 ini berlaku sampai pertengahan tahun 1980an, berakhir pada saat mata pelajaran Pola Pikir tersebut digantikan oleh mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, dan mata pelajaran agama (Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan kemudian juga Konghucu). 

Dengan alasan, bahwa Pola Pikir budipekerti hanya mengajarkan Pola Pikir berprilaku secara duniawi saja.

Maka para politisi yang memanfaatkan Agama sebagai alat politicking-nya, mendorong untuk mengubah Pola Pikir budipekerti menjadi penerapan pelajaran Agama.

Pola Pikir Agama adalah dogmatis.


Jika dicermati dengan seksama, Pola Pikir budipekerti justru bermuatan toleransi antar Agama yang sangat tinggi. 

Sehingga era itu, kita hidup seperti di tanah impian, dimana dengan menerapkankan Pola Pikir pemikir, kita semua rukun, dan saling bergotongroyong antar umat berAgama, saat-saat dimana ada perayaan salah satu Agama.

Selain itu, dalam pelajaran Pola Pikir budipekerti itu sendiri, jika dikritisi dengan cerdas, juga bermuatsn inisiasi dari Pola Pikir 'Bela Negara', yang belakangan ini sedang dan baru didengung-dengungkan.

Pola Pikir budipekerti jelas, merupakan sistem belajar mengajar yang terbuka dan cerdas, sebab langsung dapat dipantau tingkat keberhasilan penerapan Pola Pikir pada peserta didik setiap hari, yang dapat dilihat dari prilaku Pola Pikir dan perilaku pelajar itu sendiri.

Pola Pikir budipekerti, mengajarkan kita konsisten, antara ucapan dan prilakunya. 


Pelajaran Pola Pikir budipekerti pada era itu, jelas menggabungkan antara pikiran dan motorik setiap orang, agar seimbang. 

Sehingga Pola Pikir masyarakat secara mayoritas pada saat itu, dapat dilihat, antara ucapan dan tindakannya berjalan paralel.

Tidak seperti sekarang, Pola Pikir banyak tokoh Agama, kalau tidak mau dibilang oktum mayoritas tokoh Agama, antara prilakunya dan ucapannya berbeda jauh, karena Pola Pikir mereka dalam belajar, hanya mengedepankan hafalan. 

Disitulah kesalahannya, bahwa penerapan Pola Pikir budipekerti, dipaksakan diganti oleh para warga keturunan, agar Aliran  Agama mereka, yang sekterian dapat menguasai Indonesia.

Saat Pola Pikir budipekerti masih diajarkan di sekolah-sekolah, sikap dan hubungan murid kepada gurunya, atau guru kepada muridnya, saling menghargai pada porsinya masing-masing. 

Mengenai hidup Beragama, semestinya itu hak privasi pribadi, bukan kewajiban Pemerintah ikut campur dalam kehidupan beragama seseorang.

Tidak seperti sekarang, dengan Pola Pikir hafalan, mereka hanya tahu, guru digaji dengan uang sekolah mereka, yang notabene adalah uang-uang dari para orang tua murid.

Dengan Pola Pikir hafalan, berarti guru digaji oleh orang tua mereka, jadi tidak lebih seperti ART di rumah mereka. 

Tidak mengherankan, jika Pola Pikir hafalan para peserta didik saat ini, banyak yang tidak menghormati guru mereka, kalau tidak mau dibilang oknum mayoritas peserta didik.

Dengan Pola Pikir budipekerti, dahulu eksistensi guru dan murid tidak bersaing, melainkan saling menghormati secara proporsional. Pola Pikir sehat seperti inilah yang sebenarnya harus terus dipertahankan.

Pola Pikir Pemikir vs Pola Pikir Penghafal

Kondisi yang menyejukkan dalam belajar mengajar saat itu, membuat proses belajar mengajar, dapat sekaligus meningkatkan kecerdasan anak didik untuk berkembang secara optimal, sehingga menjadikan Pola Pikir pemikir peserta didik benar-benar menjadi cerdas, dalam penerapan Pola Pikir mereka sendiri.

Tidak seperti apa yang terjadi pada saat ini, anak didik yang sengaja atau tidak sengaja, diajarkan menggunakan Pola Pikir manusia penghafal, yang membuat peserta didik, langsung atau tidak langsung menjadi tidak cerdas, melainkan hanya sebagai manusia penghafal, yang bertindak hanya atas dasar hafalannya saja.

Manusia cerdas yang menerapkan Pola Pikir pemikir, akan sangat nyata terlihat hubungan kadar kecerdasan IQ dan EQ mereka, tapi manusia penghafal hanya menuruti apa yang dihafalkan saja, yang notabene jarang menggunakan IQ pikirannya, sehingga EQ mereka pun rendah.

EQ rendah para penghafal tersebut, nyata terlihat pada kelompok non toleran bersumbu pendek, yang sebelum pandemi begitu maraknya.

Sebagai manusia yang menggunakan Pola Pikir pemikir, ia akan selalu berfikir 2 kali, sebelum melangkah lebih jauh, atau untuk mengambil sebuah keputusan yang bijak.

Lain halnya dengan manusia yang menggunakan Pola Pikir penghafal, karena ia menjadi tidak cerdas, maka untuk mengambil sebuah keputusan, hanya berdasarkan pada data yang ada dalam database otaknya saja, ia tidak menggunakan alat-alat yang sudah diberikan oleh Tuhan YME, seperti kajiwo (empati) misalnya.

Sehingga jika persoalan yang dihadapi tidak terdapat dalam database otaknya, maka dengan mudahnya, ia mengatakan hal itu tidak masuk dalam akal mereka, padahal sesungguhnya mereka yang tidak menggunakan akal mereka. Pola Pikir penghafal semacam inilah yang biasanya secara sadar atau tidak, mengidap standar ganda.

Lain halnya dengan orang yang menggunakan Pola Pikir pemikir, ia akan menggunakan semua peralatan yang sudah dilengkapi oleh Tuhan YME, seperti; pancaindera, kajiwo (empati), dan lain sebagainya. Sehingga mereka cenderung menerapkan standar tunggal.

Olehkarenanya, kecenderungan manusia yang menggunakan Pola Pikir penghafal memiliki karakter standar ganda, dan EQ yang pasti rendah, sehingga mudah sekali ngambek atau marah-marah, atau kata anak sekarang dikenal istilah "manusia sumbu pendek".

Hancurnya Manusia Berprilaku Pola Pikir penghafal bukanlah Gossip

Sudah banyak kejadian, salah satunya, saat ada tokoh Agama yang adu mulut dengan artis wanita. Saat si tokoh Agama tersebut ditanggap, ia pun langsung nangis bombay kaya ayam sayur. Jelas ya, Pola Pikir adalah segalanya.

Karena kebanyakan dari kita, hanya tahunya orang pemarah itu, hanya mereka yang berprilaku temperamental, maka tidak terasa bahwa mayoritas pengguna Pola Pikir penghafal itu, dapat dipastikan ber EQ rendah, meskipun ia tidak terlihat temperamental.

Orang-orang pemarah pengguna Pola Pikir penghafal yang temperamental, mereka adalah termasuk orang-orang yang  tidak punya perhitungan terhadap perlawanan orang-orang sekitar, atau mungkin bernyali cukup besar.

Tapi pada kenyataannya, orang-orang sumbu pendek pengguna Pola Pikir penghafal itu, berlaku temperamental, hanya saat mereka dalam jumlah besar. Kalau sendiri-sendiri, mereka seperti ayam sayur.

Sementara, orang-orang pengguna Pola Pikir penghafal, tetapi tidak terlihat sebagai seorang pemarah, dan juga tidak terlihat sebagai seorang yang temperamental, maka ia bernyali kecil, atau memperhitungkan terhadap perlawanan orang-orang sekitar. Atau juga termasuk dalam klasifikasi ayam sayur.

Intinya, orang-orang pemarah itu ber EQ rendah.

Setelah diterapkannya kurikulum yang menggantikan mata pelajaran Pola Pikir "Budipekerti" menjadi dua mata pelajaran, yakni; Kewarganegaraan dan Agama, dengan pola pengajaran menghafal.

Dimulailah episode tawuran pelajar antar sekolah, berbekal Pola Pikir penghafal, maka sekolah elo vs sekolah gue. Begitula cara pandang picik dari hasil pendidikan Pola Pikir penghafal.

Kalau kita melihat cara pandang Pola Pikir pemikir. Sekolah elo ada masalah sama sekolah gue. Manusia ber Pola Pikir pemikir, pasti mengatakan "elo dan gue sama-sama orang terpelajar, ayo kita selesaikan secara bijak"

Hasil dari digantinya kurikulum .., yang menggunakan Pola Pikir penghafal, kini dipertontonkan kepada kita, apakah sengaja atau tidak, belajar Agama tidak menjanjikan orang menjadi baik, dibanding saat masih diimplementasikannya mata pelajaran Pola Pikir budipekerti.

Terlihat salah satu aliran Agama, dengan hasil dari pendidikan Pola Pikir penghafal, mereka tidak mengakui keberadaan Agama yang lain, bahkan satu Agama lain aliran daripada mereka pun sudah mereka anggap Agama lain. Karena hasil Pola Pikir penghafal, selalu menganggap yang mereka hafal itulah yang paling benar.

Nah setelah jelas bedanya, antara Pola Pikir pemikir dengan Pola Pikir penghafal, maka jelas bahwa "Cerdas bukan dengan cara menghafal", tapi "Pintar bisa dengan cara menghafal"

Ini semua bukan Gossip, tapi kenyataan, bahwa saat belajar Pola Pikir budipekerti, kita langsung mengimplementasikan kecerdasan kita, dan jelas impact-nya langsung bagi yang menerapkannya.

Tidak seperti mempelajari Agama, yang mayoritas hanya hafalan, sementara yang mengimplementasikannya, tidak langsung dapat dirasakan impactnya.

Dengan Pola Pikir belajar yang mengedepankan hafalan inilah, membuat kita jadi kaku dalam menerima nilai-nilai lain dari apa yang dihafalkannya.

Yang juga tidak kalah penting, sementara kita mencoba memaknai apa arti, kegunaan, dan penerapan dari Pola Pikir terhadap prilaku manusia, maka agar lebih jelas, dapat kita bagi antara fungsi Pola Pikir dan fungsi  Gaya Hidup.

Perumpamaan yang mudah adalah, jika Pola Pikir itu sistemnya, maka Gaya Hidup itu penerapannya.

Gaya Hidup Anda adalah cerminan dari Pola Pikir Anda sendiri. Dengan Pola Pikir yang cerdas dan sehat, maka niscaya penampilan Gaya Hidup Anda pun akan terlihat Cerdas dan Sehat.

Intinya, prilaku Anda, penampilan Anda, Gaya Hidup Anda, dan Kesuksesan Anda pun, semua itu, sangat tergantung pada Pola Pikir Anda sendiri.

Sebelum terlambat, kiranya Anda harus memilih untuk menggunakan Pola Pikir pemikir, atau Pola Pikir penghafal???.

Hanya bagi yang mau menjadi Cerdas, kiranya pilihlah menggunakan Pola Pikir pemikir.

Pola Pikir pemikir, selain membuat kita jadi Cerdas, Aura  Pesona kita pun akan kinclong di mata lawan jenis yang waras.

Pola Pikir pemikir membuat kita lebih percaya diri, menghadapi berbagai tantangan.

Pola Pikir pemikir, membuat EQ kita lebih tinggi, sehingga kita menjadi orang yang sabar.

Pola Pikir pemikir, membuat kita tidak pernah berhenti berfikir untuk mencapai hal-hal yang positif.

Orang yang menggunakan Pola Pikir pemikir, cenderung banyak Humor, sehingga banyak disukai teman-temannya.

Terakhir tapi bukan penutup, Pola Pikir pemikir juga membawa kita lebih sehat, karena kita lebih sering menggunakan otak kita untuk berfikir positif. (SSM)

wartawaterkini - Warta WA Terkini - No Gossip

IG : @wartawaterkini
Sumber : Sate Jawa - but no Gossip
Foto : Istimewa
Share:

Translate

Pola Pikir

Ada Penghianat Bangsa Dalam Pilpres 2024

Pahlawan Jalan Maju, Penghianat Jalan Mundur Jakarta ( Warta WA Terkini - No Gossip ) - Dari mulai isue Politik Dinasti hingga isue Penghi...

Arsip Blog